Nada dan Cerita

Lifehouse — Somewhere In Between

Rifqi Prasetio
3 min readSep 7, 2021

Jason Wade, sang vokalis bercerita sewaktu dirinya SMA pernah terpikat pada seorang perempuan. Ia akhirnya menemukan keberanian untuk mengungkapkan perasaan kepadanya, dan berakhir pada fase apa yang kita kenal sekarang sebagai ‘digantung’. Dalam fase tersebut, Jason menulis lagu ini dan sang perempuan mampir ke apartemennya dan Jason menyanyikan lagu ciptaannya untuk gadis impiannya. (kira-kira gitu deh)

Album kedua yang bertitel “No Name Face” (yang jujur aja agak serem sih liat mukanya itu. Bener-bener nurut genre post-gruge dan alternative-rock), “Somewhere In Between” laris dan menjadi soundtrack series bernama “Falcon Beach”. Album ini menjadi Top 10 US untuk Billboard. Rilis tahun 2000, menjadi band yang ‘bertempur’ hebat dengan band-band lain di eranya. Post-90’s menjadi pergulatan hebat band-band alternative-rock.

Awal intro, kita akan menemui cymbal, bass drum, snare yang agak ‘tegas’ ditemani high-hat dengan tempo akurat menyusul di antara bass dan snare (yang menggambarkan energi penasaran lagu ini), dan beberapa beat tamborin. Tempo yang begitu soft, flat, nada-nada pertama Jason menandakan ada ‘kepasrahan’ di sana, tetapi bukan keputus-asaan, melainkan tahap melelahkan sebuah pengharapan. Ketika kita di bawa ke fase pre-chorus, kita tidak lelah dari pengharapan itu bakal dibangkitkan dengan suatu nada dengan lirik “Cause I cannot stand still…”, (aku ga bisa diem doang). Seolah-olah overthinking menjadi sebuah pembuangan banyak waktu, dan akhirnya harus diakhiri dengan bergerak. Karena kita tidak bisa diam di sebuah ruang bernama ‘antara’ (Somewhere In Between). Bass guitar selalu akurat di ‘atas’ bass drum, menutupi kekosongan dengan baik di antara jeda dan nada. Khas yang seharusnya kita temukan di lagu-lagu enteng alternative-rock.

Oh ya, kita juga ga bakal mengira ada gitar akustik yang crispy datang begitu saja, menutupi keheningan antara perkusi ringan di intro pertama — di kunci A-sus-2 — salah satu dari sekian bejibun kunci-kunci klasik dari genre-genre alternative-rock, rock, britpop, bahkan ditemui di beberapa lagu pop. Di tengah chorus kita akan disambut dengan akordion dan strings samar-samar. Menambah kita semakin penasaran tentang seberapa dalam lagu ini bisa kita gali filosofinya. Tapi menurutku, waktu Jason menyanyikan lagu ini, bukanlah sebagai posisi anak high school nan (seharusnya) cengeng. Justru seperti dia ingin menjiwai seorang dirinya yang dulu-dulu — tetapi sebagai pria yang matang.

Bagiku, lagu Somewhere In Between mengajak berkumpul kembali ke masa-masa indah. “In Between” pada lirik ini, seakan membenarkan bahwa kita berada pada suatu fase “antara”. Ditambah lagi fase semester tua, di mana semua perhelatan diri dan hati — asmara, kehidupan sehari-hari, pertemanan, bersua dengan teman lama, mengukir memori-memori, terkenang pada masa-masa kejayaan. Ya, komplit. Apalagi di tambah dengan “what is real, just a dream” di akhir chorus. Selama nada-nada Jason Wade dan dua personil lain menusuk ke dalam gendang telinga, di sanalah kita akan terbawa kepada aransemen lembut, sebuah instant flashback. Di tambah dengan perasaan “kenapa ga dari dulu tau lagu ini ya…”.

Yang utama, yang paling ngena ya hampir mirip dengan alasan Jason Wade menulis nada ini — demi cinta. Bedanya, mungkin Jason berakhir sedikit bahagia. Sedangkan aing lebih ke tragis dan romantik. Ya, kisahku ga pernah jelas. Selama pasca 2019, banyak lagu-lagu sedikit sedih yang masuk ke dalam algoritma Spotify di Discover Weekly (bedanke maal, Spotify. Ik hou van jou!). Seraya bertanya, “Berapa energi dan waktu yang bisa kuimbangi untuk keluar dari kenangan-kenangan yang berkepanjangan?”. Ini bukan lagu sedih bagiku, melainkan menjadi peringatan untuk istirahat dari segala hal-hal yang mungkin terlalu berkepanjangan kita pikirkan, kita renungkan atau bahkan kita lakukan. Semua ada saatnya untuk istirahat, seberat dan sekeras apapun perjuanganmu. Temukanlah harapan di tengahnya dengan bumbu kesabaran.

Bisa disimak di channel YouTube resmi Lifehouse dan tersedia pula di Spotify https://www.youtube.com/watch?v=6xQ2nHfFrAY

--

--

Rifqi Prasetio

Socio-Politics student. Philosophy, Art and History enthusiast. Half time Thinker, full time God's creature, and her all time admirer.