Sajak Lama

Rifqi Prasetio
2 min readNov 24, 2018

--

Untuk mendung yang mendekat, yang kadang cepat kadang terlambat

Untuk hujan yang jatuh tiba-tiba, apalagi diam-diam

Suaranya terdengar samar, tapi pasti

Saat rembulan menemani malam, mengingatkan ku pada waktu silam,

Saat kau sibuk dengan semua tetapi aku sibuk menyulam

Menyulam niat, menjahit pasti, apakah hari esok ku kan berarti, untukmu, setidaknya

Aku ingat ketika kau ada tiga atau empat cakrawala di depan

Seakan kau enggan untuk menatap sekali saja

Suara bising dan bisik rintik rintik itu selalu saja membekas

Saat hujan membasahi kening, mulai mengosongkan benak fikir, seakan hanya kau saja isinya

Pagi, sore, apalagi malam. Aku benci hanya hujan yang bicara, walau berdengung hiruk pikuk manusia

Saat hujan membasahi raga ini, ku tahu hangat pelukmu tak pernah berdusta

Jangan biarkan kutenggelam dalam kesepian hujan, dalam kedinginan untuk merindu, dan dalam harapan yang menyakitkan

Aku tahu semua terlalu cepat, terlalu dekat

Aku tahu tempatku, waktuku

Tetapi adalah sebuah dusta jika ku tak jujur

Tetapi adalah sebuah omong kosong jika aku tak merasa padamu

Sudilah kau di sini, pintaku tanpa memohon

Untuk jiwa ragamu
mentari di wajahmu

Seluruh warna-warna keindahanmu

Dan senyum itu

Walau kutahu, bukan hanya untuk satu

Janganlah berganti

April, 2017

Sajak lama yang terpendam kata-kata, tenggelam seiring perpisahan. Pantang diulang dan kembali, namun pantas dikenang dengan lapang hati

--

--

Rifqi Prasetio
Rifqi Prasetio

Written by Rifqi Prasetio

Socio-Politics student. Philosophy, Art and History enthusiast. Half time Thinker, full time God's creature, and her all time admirer.