Sajak Lama
Untuk mendung yang mendekat, yang kadang cepat kadang terlambat
Untuk hujan yang jatuh tiba-tiba, apalagi diam-diam
Suaranya terdengar samar, tapi pasti
Saat rembulan menemani malam, mengingatkan ku pada waktu silam,
Saat kau sibuk dengan semua tetapi aku sibuk menyulam
Menyulam niat, menjahit pasti, apakah hari esok ku kan berarti, untukmu, setidaknya
Aku ingat ketika kau ada tiga atau empat cakrawala di depan
Seakan kau enggan untuk menatap sekali saja
Suara bising dan bisik rintik rintik itu selalu saja membekas
Saat hujan membasahi kening, mulai mengosongkan benak fikir, seakan hanya kau saja isinya
Pagi, sore, apalagi malam. Aku benci hanya hujan yang bicara, walau berdengung hiruk pikuk manusia
Saat hujan membasahi raga ini, ku tahu hangat pelukmu tak pernah berdusta
Jangan biarkan kutenggelam dalam kesepian hujan, dalam kedinginan untuk merindu, dan dalam harapan yang menyakitkan
Aku tahu semua terlalu cepat, terlalu dekat
Aku tahu tempatku, waktuku
Tetapi adalah sebuah dusta jika ku tak jujur
Tetapi adalah sebuah omong kosong jika aku tak merasa padamu
Sudilah kau di sini, pintaku tanpa memohon
Untuk jiwa ragamu
mentari di wajahmu
Seluruh warna-warna keindahanmu
Dan senyum itu
Walau kutahu, bukan hanya untuk satu
Janganlah berganti
April, 2017
Sajak lama yang terpendam kata-kata, tenggelam seiring perpisahan. Pantang diulang dan kembali, namun pantas dikenang dengan lapang hati