Tak Pernah Kembali
Tetap memerah dan men-delima
Pembicaraan dan sahutan yang meributkan
Lampu pijar yang meraya
Dan kursi kayu yang melintang
Terlalu rapuh untuk bertanya, “Apakah terlambat sudah?”
Terlalu bodoh untukku menerima jawabnya, “Iya.”
Terlalu klise kalau bertanya, “Apakah masih ada kesempatan, masih ada di hati kepunyaanmu?”
Terlalu membuang waktu untuk semua itu.
Kau, tetap begitu-begitu saja
Memesona, waktu berhenti, jam tak lagi berdetik, jantung enggan berdetak, dan kau terlalu jauh untuk diraih
Kembali.
You are sublime
Itu saja.
Tembalang, dua puluh lima agustus, dinihari nan menggigil.